Rabu, 24 Oktober 2018

feature


                       Si Manis yang Selalu Laris
Yulia Eka Saputri/    G000150131/   www.coklatlegit.blogspot.com   


Gambar Ampyang yang Baru Saja Dicetak

Ampyang merupakan jajanan pasar yang terbuat dari bahan kacang tanah, gula jawa, gula pasir, dan jahe. Yang kemudian direbus lalu dicetak bulat di atas nampan seng. Ampyang Ario diproduksi pertama kali oleh Ibu Partini yang memulai usahanya pada tahun 1997 tepatnya bulan April ketika putra Bu Partini masih berusia enam tahun dan dua tahun. Ampyang Ario diproduksi di Dusun Ngentak RT 02 RW 04 Gadingan Mojolaban Sukoharjo.  Bu Partini, selaku perintis usaha ini mengatakan, pada mulanya beliau membuat ampyang untuk menambah pemasukan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Modal yang digunakan pun seadanya dan kerja sama dengan Bank, setelah pesanan bertambah  banyak. Namun, saat ini Bu Partini sudah mampu membayar biaya produksi sendiri.
 Di awal berdirinya usaha ini, ampyang yang dibuat hanya dalam jumlah yang sedikit yakni menggunakan sekitar 5 kg kacang tanah dan gula beserta jahe yang diolah lalu ditawarkan pada penjual-penjual di pasar dan warung-warung sekitar. Pada mulanya, niat Bu Partini membuat ampyang adalah untuk menambah penghasilan sehari-hari, agar bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sekaligus membantu suami dalam mencari penghasilan sampingan. Awal mula produksi ampyang ini dalam skala kecil, yang hanya menghasilkan untung Rp. 2.500 saja per-hari. Meskipun dengan keuntungan tersebut,Bu Partini tetap giat meproduksi ampyang lagi dengan uang modal dan untung seadanya. Hingga sampai sekarang produksi ampyang semakin berkembang menjadi usaha rumahan yang sukses (dalam skala besar) bahkan mampu menyerap tenaga kerja di masyarakat. Saat ini Ampyang Ario memperkerjakan 4-6 pekerja yang terdiri dari ibu rumah tangga dan kepala keluarga dari tetangga sekitar.
Produk yang ditawarkan yaitu ampyang kacang yang berasal dari bahan baku pilihan dengan mutu dan kualitas yang baik guna menjaga kualitas dan cita rasa dari ampyang yang dihasilkan. Kacang sebagai bahan baku utama, dipilih kacang dengan kualitas terbaik dan memilki ukuran besar. Ampyang yang ibu partini kelola 100 % menggunakan gula jawa dan gula pasir sebagai pemanis alami dan tidak menggunakan pemanis tambahan (pemanis sintetis), serta tambahan jahe untuk memberi rasa dan aroma jahe yang lembut pada ampyang. Pembuatannya dengan cara merebus kacang bersama gula merah yang sudah diberi air sedikit selama 30 menit hingga mendidih. Setelah itu, ampyang dicetak di atas nampan seng menggunakan sendok yang diberi pegangan kayu dan pisau untuk mengangkat ampyang yang lengket pada sendok sebelum dicetak pada nampan seng.
Konsumen menjadi sasaran dalam memasarkan produk yaitu pedagang pasar, tempat khas oleh-oleh, snack, dan masyarakat yang datang langsung untuk membeli di tempat produksi.. Pembelian ampyang bisa ecer bisa grosir. Untuk menarik konsumen agar tertarik pada produk yang dijual, ibu partini awalnya menawarkan dari pasar ke pasar. Mulai dari pasar kliwon, pasar gede, pasar klewer dengan menitipkan ke pedagang-pedagang, karena usaha yang dijalankan sudah lama, kini ibu partini hanya menunggu orderan saja kemudian dikirim.
Kendala untuk sejauh ini banyak pesaing bisnis menjual dengan harga murah. Karena disini ada produsen lain yang menjual ampyang per dua setengah kilogram dengan harga Rp. 62.000. sedangkan Bu Partini menjual ampyang seberat tersebut dengan harga Rp. 65.000. Namun, dengan ketekunan dan keuletan Bu Partini dengan masih setia memproduksi ampyang di kala sepi maupun rame orderan, ampyang malah semakin berkembang, ditambah lagi, cita rasa ampyang yang ditawarkan berbeda daripada yang ada di pasar pada umumnya. Dengan harga tersebut, Bu Partini memberikan kualitas ampyang yang lebih enak (kata para pelanggan), dengan memilih kacang kualitas terbaik, gula serat jahe dengan takaran pas. Mebuat ampyang Ario mampu bersaing dengan ampyang-ampyang lain yang ada di pasar. Meskipun harga kacang pernah naik turun sampek melibihi harga jual kacang mateng, namun Bu Partini lantas tidak memilih untuk berhenti produksi. Karena, beliau yakin, bahwa tidak selamanya harga kacang naik. Pasti nanti lama-lama juga akan turun.  
Kentungan bersih yang didapat perhari dari produksi ampyang adalah paling sedikit Rp. 500.000. namun, sangat mungkin keuntungan yang didapatkan lebih dari itu. Per-harinya, rata-rata kacang yang dibutuhkan untuk produksi adalah 1 kwintal, gula jawa dan gula putih dengan total 1 kwintal, serta jahe 5 kilo.
Untuk sementara, usaha ampyang Ario ini masih berjalan seperti biasa, belum ada ide pengembangan lain seperti memperluas pasar dan lain-lain. Karena pasar yang ada saat ini termasuk stabil dan sudah mendapat untung banyak dalam produksi sehari-hari. Meskipun banyak pesaing-pesaing usaha ampyang lain, Ampyang Ario tetap bertahan dengan cita rasanya yang khas berbeda dengan ampyang lain di pasaran. Konsumen yang menjadi langganan Bu Partini diantaranya snack palur, semanggi pasar gede, dawung, snack suparjo, pasar gading, pasar gemblekang, cokro, khas oleh, godean jogja, magetan, surabaya, Jakarta.

Rabu, 11 Juli 2018

TRIK RAMAIKAN BLOG


TRIK RAMAIKAN BLOG
YULIA EKA SAPUTRI (G000150131) www.coklatlegit.blogspot.com

Gambar terkait

Blog sudah menjadi tren media bersosial sekaligus komersial dikalangan anak muda, tua, bahkan anak-anak kecil sudah diajarka mengolah blog sedari usia dini. Hmm rasa-rasanya dunia sudah tanpa batas. Semua informasi tersebar melalui situs-situs web termasuk kalangan blogger sendiri yang dengan apik mendesain blognya agar menarik dan tidak sepi pengunjung. Lalu, bagaimana cara membuat blog agar tetap ramai pengunjung? Berikut ini saya akan memaparkan beberapa trik agar blog tak sepi pengunjung. Check it out !
1.      Tulis atau muatlah tulisan yang memungkinkan dibutuhkan sepanjang masa (http://info-menarik.net/agar-blog-ramai-pengunjung-meskipun-jarang-update/ )
Membuat artikel ataupun postingan yang selalu dibutuhkan oleh netizen sepanjang masa dapat dilakukan dengan menetukan konten-konten yang tidak cepat basi atau musiman. Misal, memposting artikel cara bersosialisasi di internet dengan benar, penggunaan software, ataupun menulis cerpen atau puisi bahkan cara membuat blog. Anak-anak sekolah tentu membutuhkan konten-konten artikel tersebut sebagai referensi.
2.      Gencar promosi alamat blog
Selain blog, tentu kita memiliki sosial media yang lain, seperti whatsapp, instagram, twitter, dan-lain-lain. Sosial media tersebut bisa kita manfaatkan untuk mempromosikan alamat blog kita, terutama setelah memposting tulisan terbaru.
3.      Memperbarui postingan yang sekiranya sudah “basi”
Artikel yang kita muat dalam blog kadang kurang sesuai dengan perkembangan tren anak-anak muda. Misal, artikel ataupun postingan yang memuat tentang tutorial hijab atau make-up. Akan sangat cepat berganti tren alias mudah menjadi artikel basi. Artikel atau postingan yang memuat konten-konten tersebut harus selalu di up-date mengikuti tren yang sedang berkembang. Sehinggan situs blog menjadi referensi yang relevan dan tidak ketinggalan zaman.
Pembuatan link di dalam postingan ini bertujuan untuk menyampaikan pembahasan secara lengkap dan berkelanjutan, namun tetap efisien dan rapi. Dalam membuat internal link selain harus artikel yang masih berhubungan dengan artikel sebelumnya. Misal, artikel yangt terlalu panjang hingga mencapai 2000 kata lebih. Maka kita bisa membuat artikel lanjutan dan nanti secara otomatis pembaca akan klik link itu karena penasaran ingin mengetahuinya sampai tuntas
5.      Isi blog dengan selingan yang berlainan dengan topic mayoritas di dalamnya
Ini bertujuan agar pengunjung tidak jenuh untuk selalu mengikuti postingan-postingan blog. Missal, artikel yang memuat konten-konten prosedur pemaikaian alat-alat elektronik, sesekali perlu diselingi dengan perkembangan sejarah alat elektronik itu sendiri.
6.      SEO (search engine optimization) (https://dekgembul.com/ngeblog/agar-blog-ramai-pengunjung )
Merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan agar blog muncul di halaman awal pencarian google. Ada 2 macam SEO, yaitu SEO on-page dan SEO off-page. Berikut penjelasanya : SEO on-page adalah kegiatan mengoptimasi dari dalam blog itu sendiri. Seperti membuat artikel yang SEO yang ramah. Penggunaan keyword atau kata kunci dalam artikel, Pemilihan url blog yang kita buat, penggunaan image alt text pada gambar dll. SEO off-page merupakan langkah mengoptimasi dari luar blog kita. Optimasi diluar blog ini seperti mencari backlink yang berkualitas agar website kita dinilai berkualitas dan bermanfaat di mata google.




Mencoba untuk Tidak Kehilangan Makna


Mencoba untuk Tidak Kehilangan Makna

Hasil gambar untuk gambar perempuan berpikir hitam putih

Liburan kali ini seperti biasa, aku melakukan aktivitas-aktivitas anak perempuan pada umumnya. Sebisa mungkin aku tak menganggur selama aku berlibur di rumah. Iya, memang aku lebih sering berada di rumah ketika liburan dibandingkan hang-out di luar bersama teman-teman. Bukan tak suka atau tak mampu. Aku suka dan kalau aku mau aku bisa melakukannya. Tapi aku lebih suka menikmati kehangatan rumah, kelembutan udara halaman depan yang menghadap sawah, dan sebisa mungkin berbicara santai lebih banyak dengan orang tua. Aku merasa, semenjak aku menetap di solo sebagai anak kos dan anak kuliahan, waktuku untuk mereka sangat-sangat sedikit. Maka setiap aku di rumah, aku manfaatkan betul kesempatan itu. Terlebih dengan jadwal pulangku yang tak menentu. 

Pagi itu, aku mendekati bapak untuk meminta jatah tethering. Aku jarang membeli paket data selama di rumah. Maka aku setiap waktu meminta itu sebagai akses untuk beberapa informasi di internet maupun sosial media, -jatah paket internet bapak selalu unlimited jadi mubadzir sekali kalau tak  ku manfaatkan betul pikirku. Bapak tak pernah keberatan akan hal itu. Bapak mana yang tidak mengiyakan permintaan sesepele itu, apalagi putrinya sendiri yang meminta-haha tertawa kemenangan. “sudah nyambung?”, Tanya bapak. Kuiyakan pertanyaan bapak. Tiba-tiba bapak bertanya, “nduk, ikut bapak kirim yuk”. Aku reflek mengatakan “ha?”. Bapakku bekerja sebagai seles kripik. Aneka kripik. Kata orang-orang sih rasanya enak. Hehe bagiku ya begitu-begitu saja. Mungkin karena setiap hari kucium baunya haha. “bapak mau ke pondok ya? Nanti aku disuruh nata kripiknya to?” tanyaku. Kata bapak “ enggak, bapak mau ke pasarnya aja. Nanti kamu nunggu bapak saja”. “oalah”. Singkat cerita aku langsung mengiyakan. 

Sebenarnya aku lebih suka kalau bapak mengajakku mengantar pesanan ke pondok, pondok pesantren yang dulu sempat kutempati barang beberapa lama hari saja. Aku merasa senang melihat perempuan-perempuan disana memakai seragam sekolah berwarna hitam komplit dengan jilbab lebar dan cadar. Untuk masuk kesana, aku sebagai perempuan yang tergolong usia dewasa wajib pula mengenakan pakaian yang kurang lebih seperti itu, jika tak mau jadi pusat perhatian-kerena paling beda dengan yang lain. Jika aku sedang disana, maka aku akan teringat betapa cengengnya aku dulu waktu pertama kali masuk pondok. Tiada hari tanpa nangis. Bahkan, setiap suara motor datang, aku akan mengira itu motor bapak yang sedang ingin menengok anak perempuannya. Kamarku dan halaman depan pondok hanya terhalang satu tembok putih saja. Jadi segala suara di luar masih mungkin kudengan dengan jelas dari dalam kamar. Aku masih ingat betul, musyrifah kamarku sampai marah kepadaku karena aku yang sangat cengeng ini. teman-teman ku tak separah aku, menangis tiap ada motor datang. Padahal mereka rumahnya dari luar pulau. Sedang aku, hanya berasal dari kabupaten sebelah. Ah kuanggap itu salah satu prosesku mendewasa. Klise sih, tapi ya bagaimana lagi. Bukan mauku untuk setiap hari menangis begitu. 

Sayangnya kali ini bapak mengajakku mengantar pesanan ke pasarnya saja. Pasar terdekat dengan pesantren itu. Mungkin hanya beberapa kilometer saja jaraknya dari pondok yang kutempati dulu. Di area pasar, sebenarnya masih banyak perempuan-perempuan berpakaian hitam dengan cadar seperti biasanya. Namun disini tak kutemui suasana yang dulu sempat kunikmati. Aku hanya menghela nafas sembari melihat sana-sini. Anak-anak kecil yang dipakaikan cadar, bapak-bapak berkopuah bulat layaknya aladin, pun begitu para remaja pria. Setiap kali anak-anak perempuan yang kira-kira seumuran ku dari nada bicara dan berjalannya, aku amati style gamis hitamnya. Membuatku teringat pada gamis ku dulu. Yang modelnya paling bagus, namun sayang harus raib termakan tikus. Hmm kuamati lagi para pedagang pakaian, gamis, jilbab, makanan, bahkan motor-motor yang terparkir di pinggir jalan. Kunikmati setiap pemandangan di depan mata sambil mengingat-ingat, aku dulu juga seperti itu. Ada sedikit rindu yang terobati dengan kehadiran buku yang sengaja kubawa untuk berjaga-jaga, kalau-kalau disana nanti ternyata aku malah merasa sepi. Benar saja, aku merasa sepi. Setelah bapak menyuruhku membeli es pocong tanpa es batu-bapak adalah manusia anti es batu begitu juga pada anak-anaknya ia terapkan itu. Katanya es itu merusak badan, kuiyakan saja dengan terpaksa, meskipun itu benar. Aku masuk ke dalam mobil, kunikmati es pocong tanpa es batu itu dengan sediit kesal karena seharusnya es ini lebih nikmat jika diberi pecahan es batu, barang sedikit saja. Tapi tetap ku makan juga yang ada. Aku sendiri belum makan sedari bangun tidur.

Usai kuhabiskan makanan itu, kuamati kembali ibu-ibu yang sedang berjuang mengeluarkan sepeda motornya dari jepitan mobil dan cor-cor an trotoar pinggir jalan. Kutanyai ibu itu, “bu, bisa keluar bu?” ibu hanya menjawab “saget” sambil sibuk mengeluarkan motornya. Hm kulanjutkan lagi pandanganku. Ku coba membuka lembaran buku di hadapan ku. Salah satu tulisan Pram yang tadi sengaja kubawa, kulanjutkan lagi ceritanya. Beberapa lembar saja, lalu bapak datang dari arah hadap mobil kami. “ayoh..”katanya. 

Mobil kami menuju jalan pulang. Melewati kios-kios dan pedagang pinggir jalan yang dipenuhi peempuan-perempuan bercadar dan laki-laki kopyahan. Meski tak terhitung lagi berapa kali kuamati mereka, tetap saja mataku tak ingin lepas dari mereka. Aku lebih suka berlama-lama mengamati, ku tanamkan dalam ingatan dalam. Daripada sibuk mefoto atau memvideo sesuatu. Meskipun katanya, itu adalah sebuah usaha mengabadikan momen. Tapi bagiku, keindahan di depan mataku tiada tertandingi ketika aku focus mengamati. Dengan begitu aku bisa menamai, dan memaknai lebih dalam dan luas.
Sampai di tengah jalan, bapak menyodorkan dua buah nota berisi angka-angka kepadaku. Kubaca nota-nota itu. Dengan perintahnya, bapak berkata “pelajari nota-nota itu, nota putih berisi harga jual yang biru isinya harga tengkulak, amati, bila perlu hitung pakai kalkulator di hp mu ini.” bapak  menyodorkan hp ku yang sebenarnya letaknya adalah di hadapanku, di tepi kaca mobil depan. Aku hanya mengangguk saja.

“sudah dihitung?” kata bapak. Bapak menanyakan, berapa jumlah keuntungan hari ini kalau begitu. Dengan menjelaskan tulisan harga pada nota adalah pada tiap bal sekian dan sekian. Kusebutkan laba hari ini. ternyata perhitungan ku agak meleset. Mungkin karena aku kurang focus menghitung dengan kondisi mobil yang berjalan kurang mulus di atas aspal. Kepalaku juga sedikit pusing. Tapi, tetap kudengarkan penjelasan detail dari bapak soal keuntungan pesanan kripik hari ini. “orang-orang berpendidikan tinggi mungkin sulit melakukan ini, orang-orang seperti ini, belajarnya gak pake teori. Belajarnya pakai praktik langsung di lapangan. Bapak Cuma butuh waktu lima sampai dengan sepuluh menit ngobrol sama orang yang mau jadi agen pemasaran buat megang satu etelase. Insyaallah dengan waktu segitu bapak sudah bisa membaca apakah orang ini bisa untuk diajak kerjasama, apakah orang ini jujur dalam berbisnis dsb.” Celetuk bapak yang panjang tiba-tiba. Aku hanya menganggik-angguk saja. Aku percaya pada bapak karena banyak langganan bapak yang memang sesuai dengan penilaian bapak. Tiba-tiba saja aku teringat pada kisah Nyai Ontosoroh dalam buku Pram, bahwa seorang otodidak lebih sukses –secara pola pikir, maupun finansial-- daripada sarjana tingkat dewa sekalipun. Orang-orang otodidak belajar lewat alam, lewat pengalaman. Mereka mengalami salah, dan benar tanpa sungkan. Tanpa dibatasi nilai-nilai yang tercoret pada kertas. Itu lebih mahal dan lebih melekat dibanding mereka yang belajar teori setinggi langit saja. Lalu aku bertanya-tanya, lalu apa pula guna belajar teori sebanyak itu di sekolah? Untuk apa sekolah? Pertanyaan itu berputar-putar di atas kepalaku. Aku mencoba kembali focus dengan kata-kata bapak yang masih berlanjut.

 “nduk, kenapa bapak ajak kamu menghitung ini, kenapa bapak ajak kamu kesini. Bapak cuma kepengen kamu belajar sedikit-sedikit soal-soal begini. Bagaimana menghadapi pasar, bagaimana menghadapi pelanggan, bagaimana membaca situasi kondisi dunia kerja swasta-yang sangat berbeda dengan dunia pegawai. Di dunia swasta begini, orang lebih mudah berkembang pola pikirnya nduk dibanding dunia poegawai. Tidak hanya dari segi pola pikir finansial juga. Kita (orang swasta) harus sigap menghadapi permasalahan. Setiap permasalahan, sebenarnya gak perlu dipikir spaneng. Cukup sabar sama sholat jamaah saja. Sebuntu apapun masalah, bapak jamin, akan selalu ada solusinya.  Kalau hari ini kita belum bisa memecahkan solusi itu, kita diamkan, sabar, nggak perlu sambat aneh-aneh. Kita coba cari lagi besoknya, kalau besoknya belum nemu juga, besoknya lagi. Dan itu pasti ketemu. Ibarat kata, bapak udah kapalen sama yang namanya masalah terutama masalah dunia dagang gini. Bukannya apa-apa nduk. Kalau kerja di dunia pegawai, kamu tidak akan leluasa berkembang. Ibarat kata, bayi yang setiap pagi di suapi makanan, sore dimandikan, malam di nina bobokan. Begitu saja sampai tua, sampai mati. Rutinitas pegawai tak sekompleks wirasawasta nduk, asal kamu paham.” Aku focus mendengarkan sambil meresapi setiap klaimat bapak dalam-dalam.

 “Dulu bapak belum semudah ini nduk, ngantar pesanan kesana kemari. Bapak jualan ini dari 0. Dari mulai kita sekeluarga Cuma punya uang buat makan. Ngeri nggak tuh? Padahal kebutuhan rumah tangga dadakan bisa sewaktu-waktu datang. Belum lagi omongan kanan-kiri, bahkan saudara sendiri nduk. Bapak waktu itu nggak ngeluh. Bapak Cuma bilang sama Allah, Yaa Allah kalau memang mau menguji dengan masalah ini silahkan uji saya sampai titik puncak saja yaa Rabb. Biar kutahan sekuat tenagaku. Biar remuk sekalian, biar hancur sekalian.” Kata bapak lagi dengan nada datar. Aku hanya melongo mendengar kalimat-kalimat bapak. Tidak berhenti disitu, bapak melanjutkan lagi. “Alhamdulillah, semua itu terlewati dan ada gantinya. Kuncinya sabar, sabar, sabar saja. Nikmati masalah yang ada, dengan begitu kita jadi dewasa.” Bapak memandangku sambil tersenyum.
Kami melewati sebuah kios hp. Dan akhirnya bapak memintaku untuk turun sebentar membeli kabeldata untuk hp nya yang agak rusak sambil menyodorkan uang lima puluh ribu rupiah.

Ngawi, 5 Juli 2018

GENDER DAN PENDIDIKAN

Kasus Amoral selalu Sudutkan Perempuan, Mungkinkah karena Kurangnya Pendidikan Gender? Oleh: Yulia Eka Saputri (G000150131) www.cokl...